Resensi Film Guru Bangsa Tjokroaminoto IBD PART 2



Genre              : Drama Biografi Sejarah
Director           : Garin Nugroho
Writer              : Ari Syarif
 Sabrang Mowo Damar Panuluh
 Erik Supit
Producer          : Christine Hakim
Production      : Picklock Production
Cast                 :Reza Rahadian
 Christine Hakim
Alex Abbad
Egi Fedly
Chelsea Islan
Maia Estianty
Alex Komang
Ibnu Jamil
Deva Mahendra
Tanta Ginting
Putri Ayudya
Sujiwo Tejo
Christoffer Nelwan
Arjan Onderdenwijngaard


Durasi              : 160 menit



v  Alur Cerita
            Film ‘Guru Bangsa Tjokroaminoto’ ini dimulai dengan tampilan hitam putih pada layar yang menggambarkan kondisi Tjokroaminoto (Reza Rahardian) yang kala itu tengah dipenjara Kalisosok oleh pihak belanda. Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto. Lahir di Tegalsari, Ponorogo, Jawa Timur pada tanggal 16 Agustus 1882. Terlahir dari kaum bangsawan Jawa dengan latar ajaran Islam yang sangat kuat. Tjokroaminoto adalah seorang anak dari salah satu orang terpandang pada masa itu yaitu Tjokroamiseno. Tjokroaminoto juga merupakan cicit dari seorang kiai terpandang yaitu kiai Bagoes Kasan Besari. Terdapat satu kata yang sangat penting dalam film ini yaitu “Hijrah”, kata itulah yang membuat Tjokroaminoto sudah memikirkan masa depan rakyat yang terjajah sejak kecil. Dikelas ketika Tjokroaminoto sedang mengerjai kawan dari negara belanda dan pada saat itu datanglah guru dari belanda masuk ke kelas. Pada saat itu terlihat sekali perjuangan seorang Tjokro sudah ada sejak kecil kareana ketika dihukum oleh gurunya yang merupakan bangsa Belanda dia banyak mengatakan tentang bagaimana belanda memeras Indonesia yang membuat Tjokro dikeluarkan dari kelas.
            Setelah Tjokro besar, dia dinikahkan oleh anak seorang bupati yang bernama Mangunsewo ( Sudjiwo Tedjo ), anaknya itu bernama Soeharsikin. Tjokro sempat menjadi pegawai perkebunan namun tidak lama setelahnya dia dipecat oleh sang meneer belanda karena tjokro berani untuk mengungkapkan pendapatnya kepada sang meneer. Tjokro dipecat dari perkebunan dan dianggap memperburuk citra keluarga Mangunsewo. Tjokro sempat berpindah ke Semarang. Tentunya, kepergian nya tak selama nya, karena beliau kembali lagi setelah anaknya lahir dan kembali pergi membawa anak serta istri nya untuk menempati rumah di Surabaya yang kemudian dijadikan rumah kost untuk para calon pemimpin besar menimba ilmu padanya. 
            Di Surabaya Tjokro bekerja di salah satu surat kabar pada masa itu dengan tulisan-tulisan di dalam surat kabar itu sangat mengecam pemerintahan kolonial Belanda. Di Surabaya pula Tjokro bertemu dengan Stella( Chelsea Islan ) yang merupakan anak berdarah Indo-Belanda yang terancam dipulangkan belanda kenegara asal ayahnya. Stella banyak bertanya kepada Tjokro seperti pertanyaan tentang nama Indonesia, dan meminta bantuan Tjokro untuk menolong dia agar tidak dipulangkan ke Belanda. Pada saat di Surabaya pula Tjokroaminoto bertemu dengan tokoh-tokoh yang nantinya akan menjadi pendukung negara Indonesia dan juga menjadi orang yang berusaha merubah ideologi bangsa. Orang orang itu adalah Agus Salim (Ibnu Jamil), Semaoen (Tanta Ginting), Koesno/Soekarno (Deva Mahendra).
            Saat di Surabaya Tjokroaminoto dan kawan kawannya membuat perkumpulan Sarekat Islam (pada awalnya bernama Sarekat Dagang Islam) yang memiliki 2 juta anggota di seluruh Indonesia, jargon Tjokroaminoto yang sering diucapkan adalah “Sama Rata Sama Rasa”. Sarekat Islam ini banyak melakukan perubahan pada sisi sosial politik dan agama yang sangat digambarkan dengan baik di film ini. Konflik yang terjadi dalam Sarekat Islam adalah karena ketidakpuasan Semaoen dan juga dua kawannya terhadap Belanda yang menganggap Tjokroaminoto terlalu lama dalam pergerakannya.  Karena hal ini Semaoen dan kedua kawannya memutuskan untuk keluar dari Sarekat Islam dan membentuk Sarekat Islam Merah, perkumpulan ini yang akhirnya mendukung pergerakan PKI di Indonesia.
Sekalipun SI tidak secara tegas menyatakan dirinya sebagai partai politik, namun tindak-tanduknya jelas-jelas menentang sikap penjajahan di Indonesia. Aksi-aksi SI di daerah-daerah seantiasa membela kepentingan rakyat, terkadang sampai kepada perlawanan yang mengakibatkan pertumpahan darah. Peristiwa di Cimareme, Garut, telah menyebabkan Tjokroaminoto ditangkap dan ditahan di penjara. Sampai pada akhir dari cerita ini makna hijrah masih membuat bingung Tjokroaminoto dan menganggap hijrahnya itu adalah berpindah dari satu penjara kepenjara lain. Setelah hampir sembilan Tjokro dipenjara, ia dibebaskan dan dinyatakan tidak bersalah.

v  Filosofi dalam Film
            Dalam film ini kita dapat mengetahui sosok Tjokroaminoto sebagai seorang pemimpin yang memiliki karakter yang tenang, tegas, berintegritas dan cerdas. Kepada sesamanya ia rendah hati, menginspirasi dan membesarkan hati mereka. Saking idealisnya tokoh Tjokro, ia bahkan terkadang harus mengorbankan keperluan dan kepentingan pribadinya, yang bahkan sebenarnya sama sekali tidak bisa menunggu. Dalam filmnya ini juga menunjukkan bahwa seorang pemimpin pun juga tetaplah seorang manusia yang tidak sempurna dan tidak bisa memuaskan semua pihak.
            Film ini juga menggambarkan perjuangan Tjokroaminoto terhadap negaranya tanpa menggunakan kekerasan, bagaimana tokoh Tjokroaminoto menghimpun, mendidik dan menjaga keharmonisan rakyat yang dibinanya, walaupun kadang harus mengorbankan kepentingan dirinya sendiri.

v  Komentar
            Film ‘Guru Bangsa Tjokroaminoto’ ini layak ditonton bagi para generasi muda Indonesia. Terutama bagi mereka yang ingin mengetahui ataupun mempelajari sejarah dari tokoh Tjokroaminoto. Dalam film ini kita dapat mempelajari bagaimana Tjokro yang berjuang untuk bangsa Indonesia tanpa menggunakan kekerasan, mendidik dan menghimpun rakyatnya walaupun mengorbankan kepentingannya sendiri. Film ini memang menceritakan bagaimana Sarekat Islam berjuang, namun adegan-adegan dalam film tidak menitikberatkan adegan-adegan yang sangat Islami, sehingga kita dapat merasakan bahwa perjuangan SI dan Tjokroaminoto tidak hanya sebatas kamu Muslim saja. Walaupun film ini merupakan sebuah biografi namun terdapat beberapa adegan komedi yang cukup menghibur.




0 comments:

Post a Comment